Selasa, 28 Februari 2012

Cita-cita yang terLupakan....

senja sore itu...di teras kantor pengasuhan kita bercengkama dan saling bertukar cerita.........senang rasanya bisa bergaul dengan orang seprti kalian...meskipun juga sedikit rasa di hati ini yang tersakiti atas hina'an kalian yang menjadikan hati ini tergores..namun meskipun seprti itu....tetap dalam bayangan hati ini berkata"Aku juga ingin menjadi seperti kalian...."dan tak semudah itu jika harus melawati tebing besar yang bertuliskan.."Pantaskah kamu menjadi seperti mereka...?"
q hanya ingin membanggakan orang tuaku yg telah tiada....apakah memang seberat ini menjalani hidup...
(thank for K'Ade.k,K'inDra.K'Ridwan..N ust nurdin)yg sdh memberiku banyak pelajaran akan arti kehidupan..meskipun kalian tidak mengetahui sebenarnya yg sudah terjadi padaku...

JHAZAKUMULLAHHU KHAIR..

Sabtu, 25 Februari 2012

DiA...........

Pernah berpikir ‘tuk pergi
Dan terlintas tinggalkan kau sendiri
Sempat ingin sudahi sampai di sini
Coba lari dari kenyataan
Tapi ku tak bisa jauh jauh darimu
Ku tak bisa jauh jauh darimu

Lalu mau apa lagi
Kalau kita sudah gak saling mengerti
Sampai kapan bertahan seperti ini
Dua hati bercampur emosi
Tapi ku tak bisa jauh jauh darimu
Ku tak bisa jauh jauh darimu

Sabar sabar aku coba sadar
Sadar sadar seharusnya kita sadar
Kau dan aku tercipta
Gak boleh terpisah


Dan tak bisa jauh jauh darimu
Ku tak bisa jauh jauh darimu

Rabu, 22 Februari 2012

mm..nglaMun

Seorang murid berkata kepada sang guru spiritual, “Aku ingin mencapai pengenalan Diri yang paling hakiki. Tolong, Guru, tunjukkan padaku jalan menuju moksa—kebebasan.”

“Kau harus tinggal bersamaku selama beberapa waktu dan mengikuti instruksiku, maka kau akan memperoleh pencerahan,” jawab sang guru.

“Sekarang zaman jet, era komputer, kenapa Guru tidak berikan saja pencerahan itu sekarang juga?”

“Mari kita saling mengenal lebih dulu. Aku akan datang ke rumahmu dan makan malam bersamamu.”

Malam itu mereka duduk di meja makan dan sang guru mengulurkan mangkuk sedekahnya untuk diisi makanan. Sang murid melihat mangkuk itu penuh kerak, sisa makanan sebelumnya, maka ia ingin mencucinya.

“Aku kelaparan. Jadi, lupakan saja mencuci mangkuk itu, dan cepat beri aku makanan,” sang guru bersikeras.

“Jika ditaruh di mangkuk yang kotor, makanan itu akan hilang kelezatannya,” sergah sang murid.

Dengan tenang sang guru menyahut, “Jika makanan ini tak dapat dihidangkan sebelum mangkuk ini bersih, bagaimana aku bisa meletakkan pencerahan—makanan pengetahuan—ke dalam pikiranmu yang tidak murni? Pertama-tama murnikan pikiranmu dengan mempraktikkan keheningan!”